MKcFF1HGV2DPvVbWNgdht7btX7dQr3BVPEQS9h6n

Suku Dayak dan Kearifan Lokal Penjaga Hutan Kalimantan

Seorang pria Dayak berdiri di tengah hutan Kalimantan dengan pakaian adat dan mandau di tangan

Kalimantan, pasti langsung kebayang hutan tropis lebat, sungai yang meliuk tenang, dan… orang Dayak. Yap, suku Dayak memang jadi salah satu ikon yang melekat kuat dengan identitas Pulau Kalimantan, alias Borneo. Tapi tahukah kamu? Orang-orang Dayak sudah lebih dulu menghuni pulau ini jauh sebelum zaman kerajaan, apalagi kolonial datang menancapkan kuku kekuasaannya.

Suku Dayak bisa dibilang sebagai penghuni tertua di tanah Borneo. Mereka telah ada sejak masa lampau, bahkan sebelum bangsa Melayu mendirikan kerajaan dan kesultanan di pesisir Kalimantan. Meski zaman terus berubah, mereka tetap eksis, bertahan dengan jati diri, budaya, dan keyakinan mereka sendiri.

Jejak Maritim Leluhur Dayak

Dari berbagai literatur sejarah, diketahui bahwa nenek moyang Dayak dahulu adalah masyarakat yang akrab dengan kehidupan maritim. Nama-nama mereka bahkan sering kali punya arti yang berkaitan dengan air atau sungai. Tapi seiring masuknya pengaruh bangsa Melayu dari hilir sungai dan perbedaan keyakinan yang tak bisa disatukan, orang Dayak mulai naik ke hulu yang secara harfiah dan kultural. Mereka memilih tinggal di pedalaman, jauh dari kekuasaan kerajaan dan kesultanan.

Nah, dari sinilah istilah Dayak muncul. Menurut beberapa peneliti, istilah ini diberikan oleh pihak luar, kerajaan Melayu dan kolonial Belanda untuk menyebut orang-orang di atas, alias mereka yang tinggal di dataran tinggi atau pedalaman. Mirip dengan penyebutan Toraja di Sulawesi Selatan, yang berarti orang gunung. Sayangnya, lama-kelamaan kata Dayak juga dipelintir jadi stereotip negatif oleh penjajah Belanda, yang menganggap mereka liar dan non-Melayu Islam.

Dari Keyakinan Leluhur ke Hindu Kaharingan

Keteguhan orang Dayak dalam memegang kepercayaan leluhur membuat mereka kerap dicap keras kepala. Bahkan hingga 35 tahun setelah Indonesia merdeka, banyak komunitas Dayak tetap menolak memeluk salah satu dari lima agama resmi negara. Karena kepercayaan mereka tak masuk dalam kategori tersebut, negara akhirnya menggabungkan kepercayaan mereka ke dalam Hindu. Lebih spesifiknya disebut Hindu Kaharingan.

Padahal, sejatinya Kaharingan dan Hindu adalah dua sistem kepercayaan yang berbeda. Tapi karena Hindu sempat menjadi agama dominan di Kalimantan sebelum Kesultanan Kutai memeluk Islam, penggabungan administratif itu terjadi. Untungnya, kini banyak pejuang identitas yang mendorong pengakuan Kaharingan sebagai agama tersendiri.

Filosofi Hidup Orang Dayak, Menyatu dengan Alam

Kepercayaan Kaharingan punya inti ajaran yang indah: kerukunan hidup antar manusia, penghormatan pada arwah leluhur, dan keseimbangan dengan kosmos (alam semesta). Kalau ada ketidakseimbangan di alam, itu dianggap sebagai akibat dari pelanggaran manusia, dan dibutuhkan ritual-ritual khusus untuk memulihkannya. Ritual tertingginya disebut Tiwah, semacam prosesi pengantaran arwah menuju tempat asalnya, Lewu Tatau, agar bersatu kembali dengan Ranying, sang dewa tertinggi.

Buat orang Dayak, menjaga alam bukan cuma slogan, tapi bagian dari spiritualitas mereka. Alam bukan sesuatu yang bisa dieksploitasi semaunya. Alam adalah ibu, guru, dan rumah.

Dayak Itu Banyak, Bukan Satu

Satu hal yang sering disalahpahami: Dayak itu bukan satu suku tunggal, tapi sekelompok besar masyarakat adat dengan budaya dan bahasa yang beragam. Bahkan hukum adat pun bisa berbeda antara satu komunitas dan komunitas lainnya.

Menurut ahli antropologi Ju Lontaan dalam bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, ada enam hingga tujuh rumpun besar suku Dayak, dengan lebih dari 400 sub-suku! Berikut beberapa suku besar Dayak yang tersebar di seluruh Kalimantan dan bahkan hingga Malaysia:

  1. Dayak Ngaju – Banyak tinggal di Kalimantan Tengah, terkenal memegang teguh ajaran Kaharingan.
  2. Dayak Apokayan – Mendiami dataran tinggi Hulu Sungai Kayan, tersebar di Kalimantan Timur dan Utara.
  3. Dayak Iban – Dikenal juga sebagai Dayak Laut, menyebar di Kalbar, Sarawak, hingga Brunei.
  4. Dayak Klemantan (Ketungau, Kanayatn, dan lainnya) – Berdiam di hulu-hulu sungai Kalbar dan Sarawak.
  5. Dayak Murut – Banyak dijumpai di Kalimantan Utara dan Sabah.
  6. Dayak Punan – Hidup nomaden, tersebar di Kalimantan Timur dan Tengah.
  7. Ot Danum (Rumpun Barito) – Berdiam di Kalimantan Tengah bagian selatan dan Kalimantan Timur.

Tradisi Unik dan Gaya Hidup Dayak

Beberapa tradisi Dayak yang mencuri perhatian dunia antara lain:

  1. Telinga panjang – Khusus untuk perempuan, ini dianggap simbol kecantikan. Tapi, panjangnya tak boleh melebihi dada.
  2. Tato Dayak – Bukan sekadar hiasan. Tato punya makna spiritual dan status sosial. Misalnya, gambar bunga terong melambangkan kedewasaan.
  3. Alat musik tradisional – Seperti sape, alat petik khas Dayak yang suaranya bisa bikin merinding (dalam arti positif ya).

Dayak dalam Sejarah Perlawanan

Orang Dayak bukan hanya penjaga hutan, tapi juga pejuang yang berani. Mereka terlibat dalam berbagai perlawanan bersenjata, seperti:

  1. Perang Dayak vs Jepang (1944–1945) – Dipicu kesewenang-wenangan Jepang.
  2. Perang Majan Desa – Saat banyak benteng Belanda diserang.
  3. Perang Banjar (1859–1863) – Daya juang orang Dayak diakui oleh Belanda sendiri.

Mereka dikenal piawai dalam pertempuran. Mandau, senjata tradisional Dayak, bukan hanya tajam tapi dipercaya punya kekuatan magis. Ada juga ilmu Parang Maya yang bisa bikin lawan mati tanpa luka, serta ilmu Cucak Beruntus yang menyerang organ dalam.

Panglima Burung dan Pasukan Merah

Orang Dayak percaya pada tokoh mitologi pelindung bernama Panglima Burung—sosok spiritual yang dipercaya bisa turun dalam wujud manusia saat suku Dayak terancam. Nama ini kembali mencuat saat terjadi konflik etnis di Sambas dan Sampit.

Ada juga kelompok yang disebut Pasukan Merah atau Borneo Bangkule Rajakng (TBR) yang dikenal sebagai pasukan elit Dayak. Mereka dipimpin oleh Panglima Jilah, seorang tokoh disegani dari Kalimantan Barat yang punya nasionalisme tinggi.

Bahkan, tarian perang Dayak dipercaya bisa memanggil arwah Panglima Burung. Bayangkan: iringan musik khas Dayak, tabuhan gendang, tarian energik, dan aura spiritual yang kental—campuran ini menciptakan suasana magis dan menggetarkan.

Dayak, Hutan, dan Masa Depan

Suku Dayak adalah penjaga hutan hujan tropis Kalimantan yang tak hanya kaya akan budaya, tapi juga filosofi hidup yang menghargai alam, leluhur, dan kehidupan. Mereka bukan hanya bagian dari masa lalu, tapi juga pilar masa depan Kalimantan.

Mereka percaya bahwa merusak alam berarti menghancurkan harmoni semesta. Karena itu, pelestarian hutan dan budaya Dayak adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.

Posting Komentar